#SURVIVORTALK: KEHIDUPAN PASCA TREATMENT KEMOTERAPI


Tidak terasa sudah hampir setahun sejak saya menyelesaikan treatment kemoterapi. Saya masih ingat betul saat menjalani pengobatan kanker, saya tidak pernah menyerah dan selalu yakin setelah pengobatan selesai saya akan sehat kembali. Jika saya ingat kembali, saya masih tidak percaya bahwa saya bisa begitu semangat menjalani pengobatan, saya kuat untuk kontrol ke RSKD naik gojek (padahal waktu itu baru 2 bulan pasca pengangkatan ovarium kanan), saya bisa untuk naik busway ke RSKD, bahkan saya mampu mengendarai mobil dari rumah di Cimanggis ke Dharmais.


Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan rutin, Alhamdulillah saat ini dokter menyatakan kanker saya mengalami tahap remisi. Tentu saya sangat senang kanker tersebut "tidur" dan saya berharap ia tidak akan kembali lagi. Saya begitu siap menata kehidupan saya setelah selesai pengobatan kemoterapi yang sempat ter-pause karena harus fokus menjalani pengobatan. Tapi nyatanya untuk menjalani kehidupan normal tidak semudah yang saya bayangkan.

Kebanyakan orang-orang sekitar saya mengira persoalan makanan merupakan hal yang paling sulit bagi para survivors, padahal bukan... karena jika masalah makanan saya masih bisa memilih makanan yang masuk ke tubuh saya. Saya tidak masalah untuk menghabiskan waktu 15 - 20 menit lebih lama saat berbelanja bahan makanan untuk membaca ingredients atau kandungan makanan tersebut. Tapi apakah saya bisa mencegah seseorang untuk mengomentari kondisi dan kehidupan serta penyakit saya? tentu tidak bukan...



Beberapa bulan setelah pengobatan saya mengalami PTSD, yang ditandai dengan rasa sedih bahkan tangisan ketika ingin tidur dan mimpi buruk yang kemudian membuat saya selalu terjaga (insomnia) setiap malam. 
PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah kondisi kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami atau disaksikan. PTSD termasuk kategori gangguan kecemasan yang membuat penderitanya tidak bisa melupakan atau sebaliknya tidak mau mengingat pengalaman traumatis tersebut, serta berpikir negatif terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya. Kondisi ini umumnya ditandai dengan mimpi buruk, merasa terisolir, kesal, memiliki perasaan bersalah, sulit berkonsentrasi, serta sulit tidur atau insomnia. - Alodokter
Bukan hanya mengalami PTSD, saya kira setelah selesai kemoterapi saya bisa langsung menyelesaikan Tugas Akhir saya yang tertunda. Nyatanya dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya (Alhamdulillah saat ini sudah selesai). Badan dan otak yang biasanya bisa diajak bekerjasama tidak lagi seperti sebelumnya. Ketika hati dan pikiran saya merasa saya mampu untuk melakukan suatu hal, otak dan badan saya menolak untuk melakukan hal tersebut. Saya mudah sekali merasa lelah, dan hanya tidur yang dapat mengobatinya. Tapi hal tersebut juga yang membuat saya kesal dengan kondisi saya yang seperti ini, saya merasa seperti bukan diri saya lagi. Orang yang kenal saya pasti tahu betul bahwa saya tidak betah di rumah dan gemar untuk mencari kegiatan di luar. Kondisi saya yang sekarang membuat saya merasa useless...
sumber
Setelah TA selesai muncul kembali kekhawatiran baru mengenai pekerjaan. Meskipun saat sakit saya tetap bekerja sebagai independent consultant di APPEN dan kadang melakukan liputan event, tapi tentu saya ingin mewujudkan impian saya untuk berkarir di NGO. Kadang saya takut sakit saya ini bisa menghambat hal tersebut. Bukan hanya masalah karier, memikirkan kehidupan rumah tangga di masa depan juga menjadi momok yang menakutkan bagi saya. Jika dulu saya tipikal orang yang ambisius dan senang merencanakan masa depan, saat ini saya cenderung tidak mau berangan-angan, karena saya khawatir dengan masa depan.


Menceritakan kekhawatiran saya tersebut tentu sangat sulit, karena ada saja yang beranggapan bahwa saya "terlalu lebay", atau menanggapi dengan "kamu kan udah sehat jadi ga usah dijadikan alasan", yang akibatnya membuat saya kembali menutup diri. Salah satu cara agar saya lupa dengan sakit saya dan tetap menikmati hidup adalah bersyukur dan berbagi dengan orang lain. Dengan cara bergabung menjadi relawan di Yayasan Komunitas Taufan, yaitu yayasan yang berfokus untuk memberi dukungan moral dan materil kepada anak-anak dengan kanker atau penyakit beresiko tinggi lainnya. Bertemu dengan anak-anak dengan penyakit beresiko tinggi yang sudah menjalani pengobatan sedari kecil membuat saya semangat menjalani pengobatan dan menata kehidupan saya kembali.
"Masa teman-teman kecil tersebut mampu untuk menjalani serangkaian pengobatan dan tetap semangat, sedangkan saya yang sudah besar ini kerap kali berpikir untuk menyerah"
Buat teman-teman survivor selalu semangat dalam menjalani pengobatan, meskipun saya tahu bahwa itu sakit dan berat. Lakukan hal-hal positif yang dapat membuat kamu lupa akan sakit tersebut, seperti menyalurkan hobi, bertemu teman atau bisa juga dengan mengikuti kegiatan kesukarelawanan. Sedangkan buat kalian yang memiliki keluarga, teman, saudara dan pasangan survivor selalu support mereka baik saat treatment ataupun pasca kemoterapi. 😊


6 komentar

  1. Saya pernah baca di beberapa tulisan mengenai orang2 yang terkena penyakit 'luar biasa'. Di satu sisi, mereka ingin dianggap sebagai manusia 'normal' tak berpenyakit seperti kebanyakan orang, namun di sisi lain harus tetap ada pengertian bahwa mereka 'istimewa'. Yang paling penting adalah dukungan, semangat moral dari orang di sekeliling......ya begitu deh.

    Kakak jangan menutup diri ya meski rasanya tidak bisa dicegah. Keep the smile on your face and heart :) keep it up kak! ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya mbaaak aku pun seperti itu, emang agak complicated untuk berhubungan dengan keluarga, teman dan saudara yang sakit kanker. 100%, Betul banget mbak komentarnyaa ^^

      Terima kasih mbak ^^

      Delete
  2. sekarang penyakit biasa aja bisa jadi gak biasa... salah satunya stroke, jantung koroner, penyakit imun, dll....


    kalo kanker itu... aku masih suka sedih ya.. juga kadang khawatir kalo itu terjadi di keluargaku sendiri.... soalnya penyakit begitu tu baru ketahuan dan periksa pas udah stadium akhir.... jarang banget ada yang awas dan mau periksa rutin....

    pernah kejadian kanker juga ibunya mas ipar dan meninggal. temenku sekarang juga sakit kanker.... semoga diberi kekuatan dan kesehatan terus. aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas skrng penyakit tidak menular malah lebih banyak diderita oleh seseorang.

      Nah itulah perlunya rutin melakukan medical check-up agar kalo misalnya ada masalah pada tubuh kita bisa segera dilakukan tindakan. Amiiiin semoga temannya mas terus semangat menjalani pengobatannya ya ^^

      Delete
  3. Saat ini mami saya masih menjalani radioterapi untuk kanker serviks. Kadang ngerasa sedih karena posisi mami di rumah Bude di Jakarta, sedangkan saya (sebagai tulang punggung) harus bekerja di Serang sehingga tidak bisa setiap saat di sampingnya. Terimakasih Mba Andi untuk blognya yang menginspirasi para survivor dan pendampingnya agar selalu positif dan bersemangat untuk sehat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mbak, semoga mamanya bisa segera sehat kembali ya. Meskipun mbak tidak bisa senantiasa mendampingi tapi pasti mama mbak tau kalo mbak selalu memberikan doa dan semangat untuk mama tercinta. Sama-sama mbak, terima kasih juga sudah mengunjungi blogku, semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan oleh Tuhan YME ya ^^

      Delete

Terima kasih sudah berkunjung. Mohon tidak memasukkan link aktif. Terima kasih 🙂